Oleh : Mayor Laut (Kh) H. Husni Atjeh, S.Ag.
Akhir-akhir ini kita sering membaca berbagai opini tentang "sepak
terjang" Pegawai Negeri Sipil (PNS). Banyak tingkah polah oknum PNS yang
mengejutkan kita seperti, berjudi, narkoba, bolos tak masuk kerja,
berkeliaran di pasar dan mall perbelanjaan, korupsi uang negara dan lain
sebagainya. Perbincangan ini seakan menjadi opini hangat ditengah gegap
gempita nikmatnya menjadi PNS. Mengapa menjadi PNS‘begitu nikmat dan
asyik? Karena menjadi PNS masa depan so pasti jelas dan terarah.
Buktinya, ketika pemerintah di setiap tahun membuka kesempatan kepada
warganya untuk melamar menjadi abdi negara, maka dengan segala cara dan
kekuatan dikerahkan untuk mendapatkan sebuah kursi empuk masa depan. Ada
yang serius belajar mengikuti kursus cepat menjadi CPNS dengan segala
modul. Ada yang mengandalkan "macan" (pejabat) di suatu wilayah dan ada
yang lebih "gila" sampai menyogok ratusan juta rupiah.
Penulis tidak habis pikir
bercampur heran mengapa ada orang yang ingin menjadi PNS sampai
menyogok? Ah, ini merupakan tindakan "bodoh" dan tidak manusiawi.
Kasihan khan orang tuanya. Perbuatan ini dilakukan karena terhembus
segelintir isu yang berkembang bahwa jangan harap kamu lulus kalau tidak
ada uang. Jangan pernah kamu bisa kebagian kursi PNS jika tidak ada
orang dalam. Ungkapan ini bisa jadi benar dan mungkin memang benar
adanya. Semua kita mengerti dan menyadari bahwa budaya "koncoisme" (KKN)
seakan tak bisa terpisahkan dalam pelangi kehidupan anak bangsa.Penyakit Kronis
Menurut UU No 43 tahun 1999 pasal 1 ayat 1 UU No 43/99 pegawai negeri adalah warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau di serahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, seorang warga negara yang bekerja sebagai Pegawai Negeri (PNS) dapat dikatakan sosok pribadi yang terhormat dan mulia dan paling enak karena setiap pengabdiannya akan mendapatkan upah/gaji oleh negara. Selanjutnya timbul pertanyaan mengapa seiring pengabdiannya terdapat beberapa penyimpangan dalam pelaksanaan tugas? Banyak penyakit yang melekat di tubuh PNS seperti yang disampaikan oleh saudara Daldiri, SH. MH dalam sebuah opininya yang berjudul menilik "penyakit" PNS, diantaranya TBC (tidak bisa komputer), kurap (kurang rapi), kudis (kurang disiplin), kutil (kurang teliti) dan kuman (kurang iman). (Analisa, 22/9/2011). Seharusnya penyakit ini tidak boleh terjadi jika para punggawa negeri mengerti dan memahami butir-butir yang terdapat pada Panca Prasetya Korpri.
Permasalahan penyakit PNS tentunya tidak akan pernah sirna. Tidak akan ada habisnya untuk diperbincangkan. Masalahnya akan senantiasa mengemuka. Walaupun pemerintah telah merealisasikan program kesejahteraan berupa tunjangan Remunerasi akan tetapi masih terdapat oknum-oknum PNS yang berperilaku "nakal". Nakal dalam artian bahwa posisinya dalam bekerja sebagai pelayan masyarakat menjadi kebalikannya, berharap dilayani. Pada hakekatnya masyarakat adalah "komandan" dan PNS adalah "anak buah". Padahal harapan pemerintah dengan di"telor"kan remunerasi hendaknya PNS tergerak hatinya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga akan melahirkan sikap profesionalisme dalam pelaksanaan tugas.
Sikap profesionalisme tidak terwujud jika moralitas aparatur negara rendah. Sikap apatis, acuh tak acuk, cuek dan tidak kreatif serta bekerja seadanya melahirkan roda pemerintahan yang tidak sehat alias sakit. Akibatnya, pelayanan kepada masyarakat tidak seimbang dan berat sebelah serta tebang pilih. Dalam kata lain, jika terdapat suatu urusan dalam hal penyelesaian administrasi apakah itu pembuatan KTP, Akte kelahiran, sertifikat dan sebagainya jika ada " pelicin " cepat urusannya dan jika tak ada " tips " tambahan prosedurlah yang ditawarkan. Begitulah kisah nyata moral dan mental oknum aparatur negara yang tengah dihinggapi penyakit kronis.
Kumpulan penyakit kronis yang dilakukan oleh aparatur negara melahirkan moral dan mental yang sakit. Dengan kata lain, telah terjadi penyakit mental ditubuh abdi negara jika tidak mampu bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan negara kepada dirinya. Menurut para ahli perawatan jiwa masalah mental terbagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan yang sehat mentalnya dan yang sakit mentalnya.
Kartini Kartono mengemukakan orang yang sehat mental adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas diantaranya; mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antar segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian serta memiliki batin yang tenang. Lain halnya dengan golongan orang yang kurang sehat (sakit) mentalnya dapat kita lihat dari perobahan tingkah laku dalam kesehariannya. Gejala-gejala tersebut diantaranya perasaan gelisah yang mendalam jika menghadapi suatu permasalahan, pikirannya tidak dapat berkonsentrasi penuh jika diberikan suatu tanggung jawab pekerjaan dan kelakuannya melahirkan perilaku negatif seperti keras kepala, suka berselisih paham, mencuri, bolos bekerja dan lain sebagainya. Oleh karena itu tidak usah heran jika ada oknum PNS yang menyambung "bolos" bekerja pasca libur bersama dalam rangka melaksanakan Hari Raya Idul Fitri 1432 H.
Profesionalisme Dalam Bekerja
PNS juga manusia dan bukan malaikat tanpa khilaf serta dosa. Seketat apapun pengawasan melekat yang kita terapkan so pasti terdapat oknum-oknum yang sengaja melanggar kode etik kepegawaian. Pemerintah dan masyarakat tidak membutuhkan PNS yang bermental sakit karena perilaku ini akan memperlambat laju roda pemerintahan dan menjadi racun dalam upaya pencapaian tujuan nasional. Kiprah PNS yang bermental sehat akan menghasilkan karya dan gagasan positif, yang muara akhir terciptanya profesionalisme dalam bekerja. Oleh karena itu untuk mewujudkan sikap profesionalisme yang tinggi maka PNS harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Pertama, menguasai pengetahuan di bidangnya masing-masing, tentunya yang harus dikerjakan meningkatkan pengetahuan, menguasai bidang tugasnya dan efektifitas dalam melaksanakan pekerjaan. Kedua, komitmen pada kualitas, berupa memiliki kecakapan, kesanggupan dalam bekerja dan selalu meningkatkan mutu kerja. Ketiga, mempunyai dedikasi yang tinggi, berupa kebanggaan kepada pekerjaan tanggung jawab terhadap pekerjaan dan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan golongan. Keempat, keinginan untuk membantu, berupa kejujuran, keikhlasan, motivasi, budi luhur yang tinggi, tenggang rasa dan peduli dengan sesama.
Kita berharap citra PNS dimasa yang akan datang senantiasa cemerlang dan gemilang. Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga, artinya jangan karena kelakuan segelintir oknum yang melanggar aturan menyebabkan citra PNS yang lain hina di hadapan masyarakat. Masih banyak PNS yang berperilaku mulia, santun, tanggung jawab, amanah, disiplin dan profesional sesuai butir-butir yang termaktub dalam Panca Prasetya Korpri.***
Penulis adalah Pamen Lantamal I Blw dan Alumni Fak Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar